Bagaimanakah Bentuk Alami Kali Putih???

Pertanyaan ini muncul dalam angan-angan “Bagaimanakah Bentuk Alami Kali Putih pada jaman dahulu???”. Setelah bertanya-tanya pada Mr.Google sedikit mendapatkan penjelasan, walaupun disitu tidak disertai bukti – bukti kongkrit.

Seperti yang dimuat di detik.com Selasa, 11/01/2011 12:59 WIB. Berikut potongan artikel tersebut:

“Sungguh manusia tidak bisa melawan hukum alam. Selama puluhan tahun, aliran Kali Putih diubah atas nama pembangunan daerah. Namun Merapi punya aturan sendiri. Pasca lahar dingin, Kali Putih kembali ke bentuk aslinya pada 1940.

Dahulu pada tahun 1940-1960, terdapat dua alur sungai yaitu Kali Putih dan Kali Druju yang melintasi Jalan Raya Magelang-Yogyakarta di Km 23 saat itu. Alur itu diperkuat dengan DAM buatan kolonial Belanda.

Namun, pada masa Orde Baru, Kali Putih sengaja diubah. Kali Putih dan Kali Druju disatukan alirannya. Rupanya ada kepentingan ekonomi, menyusul berdirinya pasar tradisional Jumoyo. Keberadaan Kali Druju di sisi barat Jalan Raya Magelang yang melintasi Dusun Prebutan, Dusun Gatakan dan Dusun Ngresap di Desa Gulon, Kecamatan Salam seolah-olah dikesampingkan.

Dam Kali Putih pun saat itu langsung disulap pemerintah menjadi sebuah areal persawahan dengan panjang alur sungai 2-3 kilometer. Sawah mendadak itu tiba-tiba menjadi hak milik warga yang tidak jelas keberadaanya dan kedatangannya.

"Masyarakat sebetulnya merasa lebih aman jika Dam Kali Putih dipelihara semasa zaman Belanda. Jika terjadi erupsi Merapi, material seperti lahar dingin dulu tidak sampai meluap seperti sekarang ini. Batu-batu besar yang menggelinding di aliran sungai tidak pernah sampai menghantam dan menerjang rumah," kisah Jratun (76) salah seorang sesepuh Dusun Kemburan, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Magelang, Selasa (11/1/2011). Jratun menuturkan, pasca erupsi Merapi tahun 1968, inisiatif pemerintah untuk menyatukan Kali Putih dan Kali Druju sempat mendapat protes.

Bangunan bersejarah berupa Dam Kali Putih pun hilang, malah muncul alur sungai baru di sepanjang Jalan Raya Magelang-Yogyakarta Km 23 yang tepat berada di belakang pemukiman dan pertokoan yang berjejer di pinggir jalan besar.

"Akibatnya saat ini, jembatan Kali Putih yang sebenarnya dulu Kali Druju tidak muat jika terjadi erupsi Merapi dan banjir lahar dingin," tegas Jratun yang lahir tahun 1934 itu.

Pada kesempatan lain Gubenur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, Minta Jalur Kali Putih Dikembalikan Seperti Era Belanda  seperti yang dimuat di detik.com Rabu, 12/01/2011.

" Paska banjir lahar dingin sisa letusan Gunung Merapi, jalur Kali Putih sebaiknya dipulihkan sesuai peninggalan Belanda. Tetapi jalur baru yang  dibelokan menyatu dengan Kali Duruju tetap dipelihara.

Pengembalian jalur sungai diharapkan bisa meminimalisir ancaman meluapnya lahar dingin jika terjadi banjir lahar dingin kembali. Demikian kata Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, dalam kunjungannya ke Jl Raya Magelang-Jogjakarta Km 23 yang sempat ditutup selama tiga hari karena tertimbun material banjir lahar  dingin Kali Putih, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah.

“Kita ingin mengetahui bagaimana aliran Kali Putih dan solusinya. Sementara ini jalur peninggalan jaman  Belanda yang dibelokan dari sungai awal ternyata tidak dapat tampung pasir dan batu dari Merapi. Ke depan sungai Kali Putih yang di ini (yang dibelokan dan dijadikan Kali Duruju-red) tetap kita pelihara dan yang diluruskan (Kali Putih jaman Belanda 1940-red) juga harus kita buat,” tegas Bibit Waluyo.

Hadir dalam kesempatan tersebut Direktur Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum (PU), Winarno. Juga Bupati Magelang, Singgih Sanyoto.

Menurutnya selain memelihara Kali Druju dan membentuk ulang jalur Kali Putih seperti jaman Belanda, perlu shelter dan cek dam sepanjang alur sungai lereng Merapi. Fasilitas tersebut berfungsi untuk hambat laju kecepatan banjir lahar dingin yang menenggelamkan beberapa desa di Magelang.

“Supaya jalanya lahar tidak kencang dan dicarikan kantong-kantong bila ada guguran batu dan pasir datang,” urainya.

Bibit menambahkan dalam pembuatan dan pemeliharaan dua alur Kali Putih itu harus menjauhkan pemukiman penduduk dari bantaran sungai. Paling tidak 300 meter dari bibir sungai kali.

Upaya pemulihan jalur Kali Putih yang telah dibelokkan, sudah tentu memakan biaya tinggi dan memakan waktu lama. Karena itu Direktur Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum (PU), Winarno, menyatakan berpikir-pikir terlebih dulu.

“Kami ingin mengatasi secara komperhensif, seperti Pak Gubernur tadi sampaikan. Tapi tidak mungkin bisa langsung memutuskan. Harus kita lihat dulu bagaimana mengurangi  dampak-dampak dari pasir tersebut sampai agar tidak sampai ke jalan raya," ujar Winarno. Dia menjelaskan pembuatan jalur baru sungai merupakan pekerjaan yang tidak sederhana. Selain faktor teknis untuk melancarkan aliran banjir lahar dingin harus dipikirkan dampak lingkungan dan proses pembebasan lahan yang tidak sedikit.

“Dampaknya mesti banyak. Meluruskan pasti akan menyebabkan kecepatan sungai lebih besar, nanti juga membahayakan buat hilirnya. Jadi nanti harus dihitung semuanya,” paparnya."

Artikel lain:




Komentar

surajudin mengatakan…
tapi lihat juga alur kali putih di sabrangkali hanya selebar lima meter saja walau dalamnya minta ampun dalam

Postingan populer dari blog ini

Wilayah Kerja Puskesmas Di Kabupaten Bantul

Kecamatan dan Dukuh Kabupaten Bantul

alokasi memori